Jika Tidak Malu, Berbuatlah Sesukamu

عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍٍ اْلأَنْصَاريِ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((إِنَّ مِـمَّـا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ ؛ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ)). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’”

Allah melihat, Allah mengetahui, dan kita akan mempertanggung jawabkan semua yang kita lakukan. Perlu diketahui bahwa malu adalah suatu akhlak yang terpuji, kecuali jika rasa malu tersebut itu muncul karena enggan melakukan kebaikan atau dapat terjatuh dalam keharaman. Maka jika seseorang enggan untuk melakukan kebaikan seperti enggan untuk nahi mungkar (melarang kemungkaran) padahal ketika itu wajib, maka ini adalah sifat malu yang tercela.

Jadi ingat! Sifat malu itu terpuji jika seseorang yang memiliki sifat tersebut tidak menjadikannya meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram.

Hidup dan matinya hati seseorang sangat dipengaruhi sifat malu orang tersebut, bagi seseorang yang hatinya hidup maka akan rasa malu orang tersebut akan menjadi lebih sempurna.

Keutamaan Malu
1. Malu mendatangkan kebaikan
Malu menjadi pengendali seorang muslim untuk senantiasa berbuat kebaikan dan berpaling dari segala keburukan atau maksiat.

Dari Anas ibnu Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
ما كان الحياء في شيء إلا زانه، ولا كان الفحش في شيء إلا شانه
“Malu akan memperindah sesuatu, sedangkan kekejian akan memperjelek sesuatu.”

2. Malu adalah cabang iman
Malu merupakan ciri khas Akhlak orang yang beriman. Orang beriman memiliki rasa malu, sehingga apabila melakukan kesalahan atau kurang pantas bagi dirinya, maka dia akan merasa menyesal dan malu.

Dalam hadits dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).

3. Allah cinta kepada orang yang punya rasa malu
Malu merupakan kemuliaan, bukan kelemahan.

Dari Abu Sa’id, ia berkata,
كان النبي صلى الله عليه وسلم أشد حياء من العذراء في خدرها، وكان إذا كره [شيئاً] عرفناه في وجهه
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pemalu dari pada perawan dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai [sesuatu], maka akan kami ketahui dari wajahnya.”

Macam-macam rasa malu
1. Malu terhadap hak Allah swt
Malu terhadap Allah lahir dari dua hal; pertama, melihat kepada curahan nikmat dan karunia dari Allah Swt yang tak terhitung jumlahnya. Kedua, melihat rendahnya kualitas penghambaan.
Jika kita mempunyai rasa malu terhadap hak Allah berarti, kita akan malu jika melakukan hal yang dilarang Allah, dan menelantarkan perintah-Nya. Padahal apapun yang kita lakukan selalu dilihat-Nya dan selalu dalam pengawasan-Nya.

2. Malu terhadap hak sesama
Malu berkaitan dengan makhluk adalah dengan menahan diri dari perbuatan yang merusak harga diri da mencemari akhlak.