Ikhlas Beramal

Ikhlas beramal atau kita melakukan sesuatu dengan niat Ikhlas. Sebagaimana Surat Al ikhlas tak ada kata Ikhlas didalamnya, namanya tetap Al ikhlas. Begitulah ikhlas dalam kehidupan kita, ikhlas yang mana kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari yang menguatkan dan mengokohkan setiap tindakan atau perbuatan kita.

NIat yang ikhlas yang dengan istilah bahasa arabnya disebut dengan ikhlasunniyah, yang artinya murni atau bersih dalam melakukan sesuatu murni karena Allah SWT Sebagaimana dalam ayat ke 5 surat Al Bayinah.

A. Pentingnya Ikhlasun Niah

  1. Ruhnya Amal
  2. Salah satu syarat diterimanya Amal, ada 3 syarat di terimanya amal atau perbuatan
    • Ikhlas
    • Bersungguh-sungguh
    • Sesuai dengan syariat Islam ( AL Quran dan Sunah)
  3. Penentu Nilai atau kualitas suatu Amal
  4. Mendatangkan berkah dan Pahala dari Allah

B. Cara Menumbuhkan Niat yang Ikhlas

  1. Mengetahui apa itu ikhlas
  2. Menambah pengetahuan tentang Allah SWT dan hari Kiamat
  3. Memperbanyaj membaca dan berinteraksi dengan Al Quran
  4. Memperbanyak amal rahasia, untuk membiasakan beramal karena Allah tanpa diketahui orang lain
  5. menghindari/mengurangi saling memuji, karena dengan pujian terkadang orang jadi lalai hatinya dan menjadi sombong
  6. Berdoa agar selalu diberi keikhlasan dan dijauhkan dari perbuatan Syirik

C. Keutamaan Ikhlas

  1. Manusia dibangkitkan dari kuburnya pada hari kiamat dengan niatnya sewaktu di dunia
  2. seorang mukmin akan mendapatkan pahala karena niatnya sekalipun tidak mengerjakan niat itu karena udzur.
  3. segala amal yang diniatkan untuk ibadah baginya pahala
  4. saat menunggu untuk melaksanakan amal sholeh yang diniatkan dihitung sebagai amal sholeh
  5. berniat melakukan suatu kebaikan ditulis sebagai satu kebaikan penuh
  6. beramal dengan ikhlas menjadi sebab dimudahkannya kesulitan.

Kisah Teladan: “Abu Ubaidah bin Jarrah”

Abu Ubaidah bin Al-Jarrah adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekkah yang termasuk paling awal untuk memeluk agama Islam. Beliau masuk Islam melalui sayyidina Abu Bakar ra. Beliau memiliki perawakan tinggi, kurus, tipis jenggotnya, dan berwibawa wajahnya. Beliau termasuk 10 Sahabat yang disebutkan oleh Rasulullah secara jelas masuk surga.

Ia ikut berhijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian, Ia hijrah ke Madinah. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Ia merupakan salah satu calon Khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Ketika Umar menjabat sebagai Khalifah, pemimpin pasukan Syam diganti Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Ubaidah memimpin pasukan pertempuran seluruh Syam, termasuk pembebasan Al Quds (Yerusalem). Dalam pertempuran ini, kaum muslimin memenangkan perang dan berhasil menaklukan kota Damaskus yang menjadi ibu kota Syria pada tahun 636M. Begitu juga ketika pembebasan Kota Al Quds (Yerusalem). Ketika pasukan Islam menyerang Yerusalem, tentara Romawi Timur dipimpin oleh Jenderal Aretion dengan benteng-benteng pertahanan yang kuat. Peristiwa ini menyebabkan rakyat hampir mati kelaparan, sehingga wali kotanya membuat pernyataan yang isinya, tentara Romawi di Syria menyerah kalah.

Kota Al Quds pun diserahkan dengan syarat yang menerima Khalifah Umar bin Khatab sendiri. Pada tahun 637 setelah pengepungan selama 4 bulan terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya berhasil mengambil Alih kota tersebut.

Ketika itu, Umar memberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Chruch of the Holy Sepulchre). Akan tetapi, Umar memilih untuk salat di tempat lain agar tidak membahayakan gereja.

Pada saat mengambil alih Yerusalem, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan ikrarnya yang masyhur. Kepada warga ia tetapkan:

”Demi Allah!, jaminan keamanan bagi diri mereka, kekayaan, gereja, dan salib mereka, bagi yang sakit, bagi yang sehat, dan seluruh masyarakat beragama di Kota Suci itu; bahwa gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, takkan ada satu barang pun diambil dari mereka atau kediaman mereka, atau dari salib-salib maupun milik penghuni kota, bahwa para warga tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, bahwa tak seorang pun akan dicederai. Dan bahwa, tak seorang Yahudi pun akan menghuni Aelia.”

Didalam kitab Fadhoil Shohabah karya Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaidah bin al-Jarrah memiliki beberapa keutamaan dalam Islam, di antaranya adalah:

Termasuk dalam Assabiqunal Awwalun, atau rombongan pertama yang masuk Islam.
Orang kepercayaan Umat ini Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya setiap umat memiliki amin (orang yang paling amanah/kepercayaan), dan amin umat ini adalah Abu Ubaidah.”
Turut serta dalam Perang Badar dan berbagai pertempuran lain bersama Rosulullah sholallahu alaihi wasallam, dan berbagai pertempuran lain setelah Rosulullah sholallahu alaihi wasallam wafat.
Dipilih menjadi Panglima perang oleh Rasulullah sholallahu alaihi wasallam di Perang Dzatus Salasil.
Diutus oleh Rasulullah sholallahu alaihi wasallam ke Najran, Yaman untuk berdakwah, mengajar Al-Qur’an, As Sunnah dan Islam. Ketika penduduk Najran datang kepada Rasulullah sholallahu alaihi wasallam untuk meminta pengajar, Rasulullah sholallahu alaihi wasallam bersabda, “Sungguh aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya”. Dan orang dimaksud Rasulullah sholallahu alaihi wasallam tersebut tidak lain adalah Abu Ubaidah bin Jarrah ra.
Dipilih oleh khalifah Umar bin Khattab menjadi panglima perang Di Syam melawan Romawi menggantikan Khalid bin Walid.
Diberi gelar Amirul Umara, pemimpinnya pemimpin. Meski demikian beliau tetap Rendah hati dan berkata, “Wahai umat manusia, saya ini adalah seorang muslim dari suku Quraisy. Siapa saja diantara kalian baik ia berkulit merah atau hitam, yang lebih bertaqwa daripada diri saya, hati saya ingin sekali berada dalam bimbingannya”.
Diangkat oleh Khalifah Umar bin Khattab sebagai pemimpin di syam.
Sangat tawadhu meskipun memiliki jabatan yang tinggi. Suatu ketika Sayyidina Umar berkunjung ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, sedang saat itu Abu Ubaidah telah menjadi pemimpin Syam. ternyata dirumahnya tidak ditemukan satupun perabot rumah tangga, kecuali hanya pedang, tameng dan pelana binatang tunggangannya. Umar bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak mengambil bagian untuk dirimu sendiri, sebagaimana yang dilakukan orang lain,?” Abu Ubaidah menjawab, “Wahai amirul mukminin, keadaan ini telah menyebabkan hatiku lega dan merasa tenang”.
Abu Ubaidah mencukupkan Allah sebagai tujuan akhirnya, ketika Umar memeriksa makanan yang dimakan oleh Abu Ubaidah dalam peperangan, beliau mencukupkan dengan roti yang kasar dan tidak berasa. Sedangkan untuk pasukannya beliau menyiapkan makanan terbaik dan terlezat yang bisa disajikan oleh penyedia logistik dalam peperangan.

(Abu ubaidah) Amir bin jarrah ra wafat pada tahun 639 M/18 H pada usia 58 tahun dan dimakamkan di Balawinah-Yordania.