PILIHAN

Careen namanya, Gadis ceria yang sederhana. Tawanya yang membungkam segalanya. Tak ada yang tahu luka dalam dirinya. Tentangnya, yang selalu tertawa, ternyata menyimpan beribu pilu tiap malamnya. Ia sendiri, namun tak banyak yang mengerti. Sepi, sunyi, diantara tawanya yang tak henti.

Ia pulang dari café yang ia bangun dengan uang tabungannya. Katanya, ia suka melakukan hal yang menghasilkan uang, walaupun itu melelahkan. Ia hanya mengelola café itu dengan 3 karyawan yang sepantaran dengannya. Biasalah, mereka yang suka bekerja paruh waktu untuk menambah uang saku. Usianya baru 16 tahun, tapi entahlah, giat sekali dia mencari uang, Padahal bukan kewajibannya. Tapi orang tuanya pun tak melarang. Lagipula itu sebenarnya menguntungkan.

Melelahkan jika dipikir, pulang jam 3 sore dan langsung bekerja hingga pukul 9 malam. Belum lagi tugas sekolah yang terkadang menyulitkan. Tapi biarlah, katanya, ia menyukai kegiatan seperti itu. walau sebenarnya hanya dirinya yang tahu mengapa ia melakukannya.

Ia pulang dan disambut keluarganya untuk makan malam bersama, namun ia menolak. Ia tak nyaman berada di antara keluarganya. Mereka terasa seperti orang asing bagi nya. Entah sebenarnya dirinya yang menjauh atau itulah kenyataannya.

Careen suka berdiam diri di malam hari. Hanya sekedar berbicara dalam pikirannya sambil memandang langit dari jendela kamarnya. Itulah kebahagiaan yang sebenarnya, pikirnya selalu begitu. Tak banyak yang ia pikirkan sebenarnya. Hanya satu yang utama, mengapa dirinya selalu merasa berbeda setiap kali ia berada diantara keluarganya? Aneh rasanya jika ia memikirkan hal seperti ini, tapi memikirkan hal yang sedikit tidak berguna terkadang membingungkan jika ia pikir berulang ulang.

Tak ada yang salah dengan perilaku mereka, mereka memperlakukan Careen seperti keluarga biasa, kedua kakak dan orang tuanya juga tidak pernah berlaku kasar kepadanya. Namun, penghalang diantara nya terasa nyata. Ia sering merasa kesepian. melakukan apapun sendiri tanpa dibantu atau meminta bantuan keluarganya. Mereka kira ia mandiri, namun ia hanya tak ingin merepotkan keluarganya.

Malam itu, sambil meminum secangkir teh, ia berpikir, “apakah aku benar benar bagian dari mereka? terasa tak pantas setiap kali aku bergabung bersama. Mereka keluargaku, namun, sebenarnya siapa mereka?”

Tak ada yang tahu arti dari tertawanya selama ini. Bahagia seseorang terlihat dari apa yang mereka tunjukkan, begitu pikir orang-orang. Namun hal ini tak berlaku bagi Careen, ia menyembunyikan ribuan hal yang sebenarnya ia rasakan, hanya dengan senyuman seolah tak ada beban.

Ia tenggelam dalam pikirannya hingga tertidur tanpa sadar. Careen terbangun dari tidurnya karena sinar matahari yang menyilaukan matanya. Ah, ia lupa menutup jendela semalam, Pantas saja rasanya dingin sekali. Segera ia beranjak dan bersiap berangkat sekolah.

Ia lagi lagi melewatkan sarapan bersama keluarganya, dengan alasan ia sudah berjanji berangkat sekolah bersama temannya yang sudah menunggu di halte depan gang rumahnya. Keluarganya tak melarangnya, karena mereka berpikir Careen tak mungkin berbohong.

Ia berjalan ke sekolahnya dengan perut kosong. Seperti biasa, ia hanya akan makan jika ia lapar. Sementara sandwich kemarin malam menurutnya masih cukup mengisi perutnya.

Ditengah perjalanannya, ia melihat seseorang, entahlah, pakaiannya seperti pakaian perawat. Orang itu membagikan brosur ke orang orang yang lewat, lalu Careen mengambil brosur tersebut dan melihat sekilas, brosur rumah sakit ternyata. 

“aneh sekali, untuk apa ini dibagikan? Supaya banyak orang yang sakit?” Careen menggumam.

Ia lalu membacanya, ternyata itu adalah program dari rumah sakit tersebut yang menawarkan tes DNA dan banyak program rumah sakit lainnya yang memudahkan masyarakat. Tak hanya itu, tes tersebut dapat mengetahui jenis makanan yang cocok dan kemungkinan penyakit yang diderita oleh seseorang yang melakukan tes tersebut.

Careen berpikir, “tes DNA? Mengapa aku tak melakukan ini ya? Supaya keraguan ku selama ini terjawab”

Careen kembali membaca brosur tersebut, dan ia terkejut dengan biaya tes tersebut, 10 juta. Careen yang awalnya tertarik untuk melakukannya, sekarang mengurungkan niat nya. 10 juta, itu jumlah yang banyak sekali menurutnya.

“tak apa! Aku akan mencari uang sebanyak itu, daripada harus bertanya siapa aku sebenarnya setiap hari!” careen bergumam kembali.

Ia berjalan menuju sekolahnya dan sekolah seperti biasanya. Sepulang sekolah, ia mengecek saldo melalui m-banking nya. Tertulis nominal 13.450.000. Cukup sebenarnya, namun bagaimana hidupnya selanjutnya jika ia menghabiskan hampir seluruh tabungannya hanya untuk melakukan tes seperti itu. Ia terdiam cukup lama. Namun, ia kembali yakin bahwa ia akan melakukan hal tersebut, bagaimanapun caranya.

Malam harinya, di saat kedua orang tuanya sudah tertidur lelap. Dengan perlahan ia memasuki kamar orang tuanya. Untung saja orang tuanya sudah cukup berumur, jadi rambut mereka mudah rontok dan banyak yang tertempel di bantal tidur mereka. Careen dengan segera mengambil beberapa helai rambut milik orang tuanya dan menyimpannya.

Keesokan harinya, dengan membawa sampel rambut orang tuanya, ia bergegas menuju Rumah Sakit yang tertera di brosur kemarin. Benar, ia meninggalkan sekolahnya dan pergi ke Rumah Sakit tersebut. Sebenarnya jaraknya hanya 35 menit dari rumah Careen. Tak terlalu jauh, tetapi ia tetap harus meninggalkan sekolahnya. Mana mungkin ia datang terlambat lebih dari 1 jam, Memalukan sekali.

Seluruh prosedur telah ia lakukan. Ternyata butuh waktu satu bulan untuk menunggu hasil nya. Ia pun pulang dan membukan café nya lebih cepat setelah melakukan prosedur tes tadi.

Satu bulan pun berlalu, Careen kembali ke Rumah Sakit tempat ia datang waktu itu untuk mengambil hasil dari tes tersebut. Perasaan tak enak terus menghantui dirinya. Bagaimana jika mimpi buruknya benar terjadi? Bagaimana jika pikiran buruk yang ia pikirkan selama ini ternyata adalah sebuah kenyataan? Ia sangat amat gelisah, memainkan jemarinya di kursi tunggu, menunggu giliran namanya untuk dipanggil.

Tak lama, namanya pun dipanggil. Dirinya gugup setengah mati sesaat sebelum ia mendapat hasilnya. Careen memutuskan untuk tidak melihat hasilnya di rumah sakit tersebut. Ia pulang ke rumahnya dan melihat hasilnya di kamarnya.

Sesak sekali rasanya, dadanya seperti di tekan keras yang membuatnya kesulitan bernapas. Tangannya gemetar memegang kertas tersebut. Tertulis TIDAK COCOK dalam hasil tes. Careen terdiam, Dia bukanlah anak kandung dari kedua orang tuanya. Pikiran buruk nya selama ini sama sekali tak salah. Marah, kecewa, sedih bercampur aduk dalam perasaannya. Tak butuh waktu lama untuk membuat nya terisak. 

“Tuhan, kenapa sesak sekali? Aku merasa ini akan terjadi namun tak tahu akan sesakit ini” Careen membatin dalam hatinya.

Malam itu juga, ia memutuskan untuk pergi. Dengan secarik surat ucapan terimakasih dan selamat tinggal, juga beberapa nominal uang yang cukup besar menurutnya ia tinggalkan di kasurnya. Entah kemanapun ia akan pergi sekarang, ia tak lagi ingin berada di dekat ‘keluarga’ nya itu. Ia tak tahu bagaimana reaksi keluarganya saat membaca surat tersebut, ia hanya ingin pergi. Bukan tak tahu terimakasih, justru ia tahu siapa dia sebenarnya dan apa yang harus ia lakukan. Manusia tahu diri akan pergi dari seseorang yang bukan siapa siapa nya. Careen hanya tak ingin menjadi beban semua orang.

Sejak saat itu, ia tak tahu kabar apapun tentang keluarganya. Ia hanya menitipkan sejumlah uang tiap bulannya kepada orang kepercayaannya untuk diberikan ke keluarga lama nya itu, tanpa ingin tahu bagaimana kabar mereka saat ini.

11 tahun berlalu semenjak kejadian tersebut. 2 tahun pertama, rasanya seperti neraka. Tak jarang dia berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun ia sadar, bahwa hidupnya lebih berharga daripada segalanya. Segala rintangan ia hadapi sendiri. Ia tak punya teman, apalagi keluarga. Ia tak pernah bertanya siapa keluarga aslinya. 

Susah senang ia hadapi sendiri, walau lebih banyak susahnya, kata Careen. Ia bersumpah, jika ia harus kembali ke masa lalu, ia tak ingin kembali di masa masa sulitnya itu. Sekarang, ia merupakan pemilik restaurant ternama yang cabangnya di mana mana. Semuanya ia lakukan sendiri, segala caci maki orang orang ia telan sendiri.

Careen kini bahagia, walau hanya dengan dirinya. Namun ia mengerti siapa dirinya sekarang. Ia benar benar bahagia dengan kesendiriannya. 

Kisahnya berakhir sampai sini. Hidupnya terus berlanjut hingga waktunya. Ia yang menjalani hidupnya yang bahagia walau dengan adanya beribu kesulitan yang dihadapinya.

Hidup itu pilihan, apapun yang dipilih, itulah yang dirasa. Dari sekian banyak pilihan, kenapa harus memulih untuk pergi? Jika bisa memilih bahagia. Bahagia itu pilihan, yang akan datang jika ditemui. Jika hidup hanya dengan diam dan merenung, kapan bahagia itu akan datang? 

Tak semua hidup yang sedih berakhir menyedihkan, dan tak semua yang berat akan bertambah rumit. Segalanya adalah pilihan, apakah kita akan menghadapi, atau memilih pergi. semua pilihan kita, yang pasti semua akan dipertanggungjawabkan disaat tiba waktunya.

***

by Jasmine Permata Shabrina Ayu Ardhana Siswa kelas 9A