Setiap hari kehidupan kita tak pernah lepas dari bantuan cermin, ketika sebelum kita berangkat sekolah untuk merapikan diri dari ujung rambut hingga ujung kaki, atau minima yang ada di muka kita sendiri kita butuh cermin. Ketika kita sadar dalam bercermin, cermin kita gunakan untuk memperbaiki diri, jika ada kekurangan kita akan menutupi kekurangan kita. Cermin yang jujur, dan menampilkan apa adanya diiri kita. Apapun yang ditampilkan, ketika kita dalam keadaan sehat dan waras, kita tidak akan memecahkan cermin itu.
Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Rasulullah bersabda:
«الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ»
Artinya: “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.”
Syarah dari hadis di atas
- Sifat Cermin
Cermin menampakkan keadaan seseorang tanpa menambah atau mengurangi.
Begitu pula seorang mukmin terhadap saudaranya: memberi nasihat dengan jujur, menunjukkan aib atau kekurangan dengan cara yang penuh kasih, tanpa menjelek-jelekkan atau menghina. - Fungsi Nasihat
Hadis ini menekankan pentingnya nashîhah (saling menasihati) di antara orang beriman.
Sebagaimana cermin tidak mempermalukan, seorang mukminpun tidak boleh membuka aib saudaranya di depan orang lain, tetapi menasihatinya secara lembut dan rahasia. - Ikatan Persaudaraan
Mukmin satu dengan yang lain ibarat satu tubuh (HR. Muslim )
Dengan menjadi “cermin”, setiap muslim membantu saudaranya untuk tetap berada di jalan kebaikan. - Akhlaq dalam Menasihati
Seorang mukmin hendaknya mengoreksi saudaranya dengan hikmah, penuh empati, dan tidak kasar.
Jika seorang muslim melihat kekurangan pada saudaranya, ia wajib menasihati dengan cara yang membuat saudaranya merasa diperbaiki, bukan dipermalukan.
Kesimpulan:
Hadits “al-mu’min mir’ātul-mu’min” mengajarkan bahwa seorang mukmin adalah refleksi bagi mukmin lainnya. Ia berfungsi sebagai pengingat, penasehat, dan pembimbing saudaranya dengan cara yang lembut, tulus, dan rahasia, sebagaimana cermin menampakkan kenyataan tanpa menipu dan tanpa mempermalukan.