“Selamat pagi Nona Elo,” sapa salah satu rekan kerjanya di Firma.
“Selamat pagi Bu Niere, kau sudah sarapan?”, tanya Elo dengan senyuman ramah
“Ya tentu, kau sepertinya sudah menjadi pengacara hebat, Elo.”
“Tidak, saya tidak bisa sehebat Ibu, tapi mungkin sekarang aku bisa mengalahkan Ibu”, ucapnya dengan sedikit sombong dalam raut wajahnya. “Ibu dengar kau menangani gugatan Chaiso lagi?”
“Iya, gugatan dari ibu korban, padahal tidak ada bukti pasti lagipula anak itu di diagnosis penyakit demam berdarah oleh dokter dan sudah cek laborat dan tidak ada sepersen pun obat yang ditemukan di dalam tubuh anak itu, mengapa dia harus menggugat Chaiso, merepotkan saja.”
“Itu memang tugas kita sebagai pengacara untuk melindungi klien, lagipula kita juga dibayar tinggi”, balas Bu Niere sambil berbisik.
Di tempat lain jam 10 pagi, “Kau selalu menyiram bunga-bunga ini, Pak Cho?.”
“Iya, karena aku menyayanginya seperti anak-anak ku sendiri, ya kan Pak Hong?”,
“Ya, dia menyayangi tanaman itu hingga tak bisa meninggalkan tanaman itu sendirian di malam hari”, sindir Pak Hong dengan raut mengejek.
“Aku tidak peduli, yang penting anak-anak ku sehat”, ucap Pak Cho sambil melanjutkan kegiatannya tadi.
“Sudah ada perkembangan Pak Hong?, terkait obat Chaiso kemarin. ”
“Ya.. aku sudah berusaha mencarinya tapi hanya sedikit yang kutemukan, tentu mereka harus menutupinya juga karena mereka perusahaan besar.”
“Tapi apa yang membuatmu ingin membantu ibu itu Pak Hong?”, tanya Meun.
“Rasa manusiawi sebagai manusia, dalam hatimu sebagai emas dan penentu jalan mu di kehidupan selanjutnya sebagai manusia yang lebih baik.”
Meun membalas perkataan Pak Hong dengan tersenyum paham atas penjelasannya tadi. Meun Hendry, seorang pengacara tampan dari prancis yang sedang mencari pekerjaan dan berakhir
di Firma Hukum Jira. Firma hukum yang membantu ibu korban perusahaan obat kimia Chaiso, Firma Hukum Jira. Tempat harapan terakhir orang-orang yang membutuhkan pengacara hukum tapi tidak sanggup membayar dengan harga tinggi, yang berada di sebuah gedung sewa yang cukup kumuh dan jarang ditempati karena dianggap sebagai tempat orang miskin.
“Apa aku boleh melihat isi gugatan itu, Pak Hong?.”
“Ya silahkan jika kau ingin melihatnya”, balas Pak Hong yang sibuk membantu Pak Cho menyiram tanaman di dekat jendela firma. Meun melihat surat penggugat di atas meja,
“RDU-90?”, dia bergumam. Meun melihat pernyataan tentang obat pereda nyeri bernama, RDU-90 dan meiihat komposisi obat tersebut dan menemukan 0,3% obat yang tergolong narkotika. Tetapi, cairan obat tersebut sudah legal di negara ini namun jarang sekali orang yang menggunakan cairan ini karena selain efeknya sangat besar walaupun hanya digunakan sedikit, obat ini juga tergolong obat tua sehingga jarang orang mengetahui keberadaan obat ini. Meun mengira cairan obat ini hanya digunakan dalam pembuatan bir atau minuman keras untuk menambah cita rasa di bumi bagian timur dan sudah tidak banyak orang menggunakan cairan obat ini.
“Memang sejak kapan cairan narkotika dalam alibi obat ini di legal kan?, apa mereka menyuap badan terorganisir?”, gumam Meun.
“Apakah komposisi disini semuanya legal?, kurasa ada beberapa yang tergolong narkotika,”, tanya Meun dengan penasaran.
“Maupun itu tergolong narkotika atau bukan, selama efeknya tidak dibuktikan maka sah sah saja.”, balas Pak Hong Meun mengangguk paham dengan penjelasan Pak Hong.
“Maaf Pak hakim, sepertinya pengacara penggugat tidak memiliki bukti yang cukup untuk membuktikan keterkaitan obat pereda nyeri perusahaan Chaiso atas meninggalnya anak dari
penggugat , dan diagnosis rumah sakit menunjukan bahwa anak dari penggugat mengalami penyakit demam berdarah dan tidak berkaitan dengan perusahaan obat kimia kami, jadi kami tidak bisa terima hal itu”, ucap pengacara Chaiso.
“Saya tidak bisa menerima ini pak!, anak saya meninggal setelah mengonsumsi obat itu dalam 3 jam, pak! Tolong! Mereka semua berbohong, mereka jahat dasar manusia-manusia tak bermoral!!!”, teriak ibu korban di pengadilan.
“Ibu, silahkan diam atau saya akan memanggil penjaga untuk menyeret ibu ke luar pengadilan, pengadilan adalah tempat yang suci”, ucap Hakim di pengadilan. Ibu itu kembali duduk dengan tangis terisak. Pak Hong, Pak Cho dan Meun berada di pengadilan untuk melaksanakan sidang ke-2 dalam dugaan pembunuhan berencana dengan diluncurkannya obat pereda nyeri yang ampuh bernama RDU-90. Banyak korban yang sudah meninggal akibat dampak obat ini termasuk para ilmuwan dan pekerja yang berada di sana. Namun, orang-orang tersebut memilih untuk tidak melaporkannya karena mereka menganggap bahwa menggugat perusahaan kimia besar itu sama dengan menggali kuburan mereka sendiri.
“Pak Hakim, saya memiliki bukti adanya keterkaitan antara meninggalnya anak dari ibu ini dan obat pereda nyeri dari Chaiso, izinkan saya untuk menunjukannya”, kata Pak Hong. Hakim pun mempersilahkan Pak Hong untuk menunjukkan bukti-bukti yang dimilikinya. Terlihat di kertas, ada perbedaan antara hasil berobat dari Rumah Sakit Niguarda dan Kars yang terletak di barat dan utara Kota Milan. Rumah Sakit Niguarda merupakan rumah sakit utama di kota ini, dan kebetulan memiliki hubungan dengan perusahaan Chaiso. Rumah Sakit Niguarda ini dibangun oleh mendiang direktur yang sama dengan perusahaan kimia Chaiso dan sudah berjalan selama 23 tahun lamanya. Dimana dilihat di pernyataan kedua rumah sakit tersebut, Rumah Sakit Niguarda mendiagnosis bahwa tidak adanya cairan obat yang Chaiso gunakan di dalam darah anak tersebut. Namun, pada Rumah sakit Kars yang terletak di utara kota, menemukan 0.4% obat cairan berbahaya dalam darah anak itu setelah mayat nya di rujuk dari Rumah Sakit Niguarda.
“Oh Pak Hakim!, bagaimana jika itu adalah rekayasa mereka untuk mendapatkan bukti yang pasti!, bukankah Rumah Sakit Niguarda memiliki fasilitas dan juga dokter-dokter yang lebih hebat dan berpengalaman daripada dokter di pinggir kota itu”, balas pengacara Chaiso lagi dengan raut mengejek.
“Pak Hakim!, tentu saja mereka bekerja sama dengan Rumah Sakit Niguarda untuk mentiadakan bukti bahwa terkandung obat yang Chaiso kelola.”
“Bagaimana jika aku balikkan pernyataanmu itu, Pak Hong?, kami bekerjasama karena selain memang rumah sakit itu dibangun oleh mendiang direktur tapi rumah sakit ini juga dibutuhkan sebagai sarana pembuatan dan pengujian obat yang akan dikeluarkan untuk masyarakat, apa itu salah Pak Hakim?”, balas pengacara Chaiso. Hakim mengangguk dengan artian setuju dengan apa yang pengacara Chaiso itu katakan. Karena bukti dinilai tidak relevan maka sidang akan ditunda hingga lusa. Pak Hong, Pak Cho dan Meun beranjak pergi dari pengadilan namun, di hadapan mereka sekarang ada seorang wanita yang berdiri menghalangi jalan mereka menuju parkiran mobil.
“Ooh ayah, aku merasa sangat sedih sekarang…, aku merasa aku berada di ujung dunia, Ooh aku sangat pusing sekarang”, ucap seorang wanita dengan air mata di wajahnya.
“Kurasa kau lebih cocok menjadi aktor daripada pengacara, Eloise”, sindir Pak Hong
“Hei Pak Tua Hong Bianca, jangan berbicara begitu kau mematahkan semangatku kau tau?, dan aku turut prihatin dengan keadaan klienmu tadi, apa dia membayarmu dengan tinggi?”, ejek
Eloise pada Pak Hong.
“Oh iya aku lupa memberitahumu Eloise, besok aku akan mencabut namamu dari kartu keluargaku besok, jadi uruslah kartu keluargamu sendiri di pemerintah, kami permisi”, kata Pak
Hong yang sudah berjalan bersama rekan dan muridnya di belakang.
“Hei Pak tua!, apa maksudmu- dasar Pak tua menyebalkan, aku tidak percaya dia adalah ayahku”, gumam Eloise dengan perasaan sebal dan beranjak pulang ke kantornya
dengan melompat kegirangan.
“Pak Hong, memang siapa yang mengelola Rumah Sakit Niguarda?”
“Pak Cho, berikan datanya”, perintah Pak Hong sambil meminum kopi. Doktor Jang, Jang In Kuk lulusan terbaik di Universitas Korea dan sekarang sedang melanjutkan studi di sini sambil bekerja dan diangkat sebagai kepala Direktur Rumah Sakit sekitar 7 tahun yang lalu dan sudah bekerja sama dengan Chaiso sejak saat itu.
“Memiliki seorang anak di Korea dan dirumorkan selingkuh dengan seorang perawat, laki-laki macam apa ini?,” tanya Meun dengan wajah heran dan geli.
“Yahh.., dia memang laki laki yang keterlaluan, berani sekali dia mempermainkan perempuan yang baik hati dan pintar”, ucap Pak Cho dengan dramatis.
“Oh… cukup menarik”, balas Meun lagi. “Istrinya adalah seorang residen dokter anak yang
menyukai hal-hal berbau seni dan tenang dan terlebih lagi dia sangat cantik, tentu berbanding terbalik dengan suaminya yang melakukan hal kotor dan menjijikan itu dan sekarang dia sedang berada di sini untuk mengikuti lelang lukisan”, jelas Pak Cho.
“Pak Hong, boleh aku melakukan sesuatu?”, tanya Meun
“Selama itu tidak menyangkut wanita yang mengaku anakku itu tentu boleh.”
“Hubunganmu dengan putrimu, sedang tidak baik?” “Dia bukan putriku, dasar kau ini, dia sebenarnya anak yang baik, ceria tulus tapi itu dulu.” Meun dan Pak Cho memasang wajah kecewa dari cerita Pak Hong, namun Meun sedang berpikir cara dia untuk mengungkap kebusukan perusahaan besar itu dan akhirnya dia terpikirkan akan sesuatu yang keren dan mencerminkan seorang laki-laki yang sebenarnya.
Siang hari yang lumayan terik di Accademia Carrara, yang merupakan galeri seni yang menampilkan berbagai lukisan dan karya yang unik. Disinilah Meun Hendry, kebetulan Meun menyukai opera jadi dia sedikit tau tentang seni, ia menemukan istri dari Direktur Rumah Sakit Niguarda saat sedang melihat sebuah lukisan.
“Lukisan ini memiliki 2 versi, yang pertama dibuat oleh Michelangelo Merisi da Caravaggio pada tahun 1596 dan yang lainnya pada tahun 1597. Keduanya menggambarkan momen dari mitologi Yunani di mana Medusa Gorgon dibunuh oleh dewa Perseus, tetapi Medusa juga merupakan potret diri”, jelas Meun pada wanita di sampingnya itu.
“Kau tau banyak tentang seni lukis?”, tanya wanita itu. Meun hanya tersenyum dan membawa wanita itu ke sebuah cafe untuk berbicara sesuatu.
“Jadi, apa yang kau inginkan?”, tanya wanita itu dengan tegas.
“Wah, anda tidak suka basa-basi sepertinya. Langsung ke intinya saja, saya ingin meminta bantuan nona untuk menjatuhkan Chaiso.”
“Chaiso?, perusahaan obat yang sedang terkenal itu?, apa urusanmu dengan perusahaan itu sampai kau meminta bantuanku yang tidak bersangkutan?.”
Sidang kedua diadakan setelah lusa berlalu, sudah banyak reporter yang datang meliput karena yang digugat adalah perusahaan besar, tentu banyak media yang tertarik utuk membahasnya. Sidang dimulai, para hadirin yang bersangkutan sudah duduk di bangku yang disediakan tentu saja dengan Direktur Jang dan Direktur Chaiso yang duduk di bangku itu.
“Sepertinya pihak penggugat tidak memiliki bukti Pak Hakim, apakah sidang ini tetap dilanjutkan?”, tanya Eloise
“Maaf Pak Hakim izinkan saya untuk memanggil saksi spontan saya”, balas Pak Hong
“Saksi spontan?, ya silahkan.” Masuk seorang wanita dengan badan yang ramping dan bagus menggunakan baju rapi dan elegan berjalan dengan percaya diri menuju ke hadapan hakim.
“Sayang?, apa yang kau lakukan disini?”, tanya Direktur
Rumah sakit itu. Namun wanita itu tidak mempedulikannya dan langsung menghadap Hakim sebagai saksi spontan dan menjelaskan bahwa Direktur Jang telah memanipulasi bukti-bukti laborat anak korban perusahaan Chaiso dengan bukti berupa catatan transfer rekening dari perusahaan dan bukti kontrak serta ditemukannya narkotika di kamar Direktur Jang yang disembunyikan di bawah lemari. Tentu dengan bukti-bukti ini Rumah Sakit Niguarda dapat sedikit terguncang tentu juga dengan penyeretan perusahaan Chaiso. Sidang ini diakhiri dengan pernyataan bahwa bukti yang dibawakan oleh istri Direkut Jang lulus dari pengecekan dan benar nyatanya.
“Hei Eloise, bagaimana kau bisa kalah dengan ayahmu di sidang terakhir ini?, apa kau masih bisa mengambil tindakan profesional?, dengan bukti yang sama sekali di luar perkiraan kita, bagaimana pengacara sepertimu ini berada disini?. Aku kecewa padamu, Eloise Bianca”, kata Bu Nierre dengan marah sambil meninggalkan Eloise di kantornya dan meninggalkan seorang anak magang yang diawasi oleh Eloise.
“Ayolah kau makan dulu, nanti kau sakit”, ucap anak magang itu.
“Diam kau Junwoo, aku sedang tidak ingin bicara”, balas Eloise dengan malas.
“Tapi bagaimana dia bisa mendapatkan bukti itu ya?, apakah orang tua masih bisa menggunakan otaknya dengan benar?”, balas Junwoo
“Hei tutup mulutmu, jangan kau menghina ayahku.”
“Oh ya, maafkan aku.”
“Direktur Jang!, apa yang sebenarnya kau lakukan hah?!, bisa bisanya kau lalai dan meninggalkan bukti dan yang melaporkannya, ahh ini membuatku muak. apa kau tidak bisa bekerja dengan benar hah?!!!”, marah Noele pada Direktur Jang. “Maafkan saya Direktur, saya tidak tau bagaimana istri saya bisa disana dan mengapa-, maafkan saya Direktur Noele”, kata Pak Jang sambil berlutut lemas.
“Apakah kau tau berapa saham yang akan turun?,angka yang menjijikan!!!, dasar orang tua itu, kira-kira apa yang harus aku lakukan kepada dia?”
“Berkatmu Meun, kita bisa memenangkan sidang terakhir ini aku senang sekali, lalu apa yang kau tawarkan kepadanya sampai ia mau melakukan hal itu?”, tanya Pak Hong.
“Dia, mengajakku menonton opera bersama”, balas Meun.
“Itu cukup mengasikkan, ini makan yang banyak.”
“Terimakasih Pak Hong, tapi apakah putri anda tidak apa-apa?, maksud saya-“
“Dia tidak apa-apa, dia sebenarnya baik tapi mungkin dia salah tempat saja. ”